Home » , » Makalah Menafsir Makna "Ditata" dalam Tayub

Makalah Menafsir Makna "Ditata" dalam Tayub

Written By Unknown on Selasa, 10 Desember 2013 | 10.44


Download Makalah |  Makalah Menafsir Makna "Ditata" dalam TayubTAYUBAN sebagai sebuah tradisi masyarakat Jawa Timur, Jawa Tengah, maupun Daerah Istimewa Yogyakarta sebenarnya hanyalah sebentuk tarian. Seperti halnya cokek, yang dikenal dalam kebudayaan masyarakat Betawi. Dalam asumsi antropologi budaya, kebudayaan banyak dilahirkan dari suatu peristiwa sejarah yang menyakitkan.Perasaan tertekan sebagai akibat kehidupan di era feodal dan kolonial ditransformasikan ke dalam bentuk seni pertunjukan. Meski dari awal tayub adalah seni gambyong istana, pada perkembangannya harus keluar dan terdegradasi menjadi seni rakyat, yang makin hari dipandang dari sisi mesumnya, berkualitas rendah, dan bertendensi prostitusi. Prof Dr Suripan Sadi Hutomo (alm), pakar filologi dan folklor humanis, pernah melukiskan bahwa pada tingkatan seni rakyat yang lebih rendah lagi, tayuban mengalami perubahan.Kesenian ini dinamakan janggrungan, di mana waranggono (ronggeng, tandak, kledek, taledek, ledek) ngibing di antara para blandhong (penebang kayu) di pinggir hutan demi nafkah. Cliffort Geertz menyebutnya sebagai penari jalanan-di Yogyakarta dikenal dengan mbarang-yang seringkali juga ngamen dari rumah ke rumah atau pada suatu keramaian. Padahal, dengan menelusuri tayub dari kajian etimologi akan ditemukan kondisi yang bertolak belakang. Soegio Pranoto-sesepuh tayub asal Nganjuk-meng-kiratabasa-kan tayub sebagai ditata ben guyub (diatur agar tercipta kerukunan), sebuah filosofi yang ditanamkan pada tayub sebagai kesenian untuk pergaulan. Nilai dasarnya adalah kesamaan kepentingan untuk mengapresiasikan kemampuan, jiwa, dan bakat seni, baik kemampuan sebagai penabuh gamelan (pengrawit) ataupun penarinya. Kesamaan ini akan melahirkan keselaras-serasian tayub sebagai suatu bentuk tarian; hentakan kaki yang sesuai dengan bunyi kendang, lambaian tangan seirama gambang, atau lenggok kepala pada tiap pukulan gongnya. Meski pada perkembangannya, "pergaulan" dimaknai-secara luas-sebagai bentuk silaturahmi.

Screenshoot :



Click Gambar Untuk Mengunduh

     

0 komentar:

Posting Komentar

Categories

Diberdayakan oleh Blogger.